ILMU BUDAYA DASAR 1.2

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR 1.2

DOSEN : IKA PUJI SAPUTRI






___________________________________________________________________________________________





Pengertian Manusia


Manusia Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sanskerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir berakal budi atau makhluk yang berakal budi. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.

Pengertian Cinta Kasih

Cinta adalah perasaan yang lahir dari hati seseorang , timbul dengan sendirinya, tidak melihat waktu dan usia, suatu asa untuk ingin menyayangi dan memiliki, seperti perasaan cinta ibu kepada anak nya, perasaan cinta Tuhan kepada umat-Nya yang bertaqwa. cinta yang tulus akan menimbulkan nilai-nilai kejiwaan yang selalu tulus dan berserah.

Cinta kasih bersumber pada ungkapan perasaan yang didukung oleh unsur karsa, yang dapat berupa tingkah laku dan pertimbangan dengan akal yang menimbulkan tanggung jawab. Dalam cinta kasih tersimpul pula rasa kasih sayang dan kemesraan. Belas kasihan dan pengabdian.

Cinta kasih yang disertai dengan tanggung jawab menciptakan keserasian, keseimbangan, dan kedamaian antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan, dan antara manusia dengan Tuhan. Apabila dirumuskan secara sederhana, cinta kasih adalah perasaan kasih sayang, kemesraan, belas kasihan dan pengabdian yang diungkapkan dengan tingkah laku yang bertanggung jawab. Tanggung jawab artinya akibat yang baik, positif, berguna, saling menguntungkan, menciptakan keserasian, keseimbangan, dan kebahagiaan.

Hubungan Manusia dan Cinta Kasih


Hubungan Cinta Kasih dengan Ilmu Budaya Dasar ada hubungannya berupa pendidikan sikap yang diajarkan dengan Ilmu Budaya Dasar untuk menghadapi permasalahan-permasalahan dengan penuh cinta dan kasih sayang seperti penjelasan mengenai cinta kasih. Bentuk wujud cinta kasih manusia kepada penciptaNya adalah pengabdian, kesetiaan, ketaatan dan sebagaimana. Sebagaimana keterikatan manusia kepada tuhannya.Sedangkan wujud cinta kasih makhluk hidup kepada sesamanya terbagi atas tiga. Pertama cinta philia yakni seperti cinta kepada saudara, cinta kepada orang tua, cinta kepada teman, cinta kepada sesama. Yang kedua cinta eros yakni cinta yang menegakkan aspek ragawi (erotis). Yang ketiga cinta amor yakni cinta yang menekankan aspek psikologis dan emosi. Unsur cinta adalah keterikatan, keintiman dan kemesraan. Ketiganya menyatu dalam segitiga. Dan menjadi ketergantungan. Ketiga unsur cinta ini sama kuat. Namun jika ketiganya tidak sama-sama kuat akan mengakibatkan cinta yang hambar. Dan ada ketidak seimbangan antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan cinta kasih manusia kepada alam atau lingkungannya terwujud dalam bentuk menghargai lingkungan, menjaga lingkungan, menciptakan keserasian, keselarasan, keseimbangan dengan alam lingkungan sehingga dapat tercapai kehidupan yang aman dan tentram.

Cinta kasih manusia kepada dirinya sendiri terwujud dalam bentuk menjaga dirinya sendiri unsur-unsur yang terdapat dalam cinta adalah simpati seperti kenal, tahu, pengertian, dan perhatian. dan emosi seperti pengorbanan, tanggung jawab, saling menghormati dan kasih sayang. Cinta kasih terjadi apabila perasaan simpati antara dua subjek saling mengisi dan melengkapi sehingga terjadilah dinamika cinta. Setiap makhluk hidup memerlukan cinta dan kasih. Karena cinta dan kasih merupakan keperluan fundamental setiap makhluk hidup. Tanpa kita sadari dalam diri manusia terdapat cinta kasih. Emosi ini terjadi antara kita dan orang lain bahkan dengan ketidak sengajaan. Bahkan emosi ini juga terjadi antara manusia satu kepada manusia lainnya yang belum kenal.


Oleh karena itulah manusia dan cinta kasih kepada kehidupan manusia sangat di perlukan. Agar suasana lingkungan sekitar kita tinggal terasa nyaman dan menimbulkan kehidupan rukun dan damai tanpa adanya perseteruan antara dua orang atau pun diantara ras. Cinta kasih kepada manusia dapat diartikan banyak hal seperti contohnya seorang anak yang mencintai ibu dan bapaknya, seorang suami yang mencintai istrinya. Dalam kehidupan manusia tidak lepas dari cintah kasih antara sesama manusia. seperti contohnya seorang sahabat yang selalu menemani disetiap saat dan rasa simpati dan empati muncul karena adanya cinta kasuh antara sesama manusia.
Manusia tanpa cinta kasih bagaikan manusia tanpa perasaan dan akan membuat manusia itu berdarah dingin dan tidak perduli dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Manusia dan cinta kasih tidak dapat di pisahkan karena sesuatu hal yang penting dan misalnya terpisahkan maka dunia ini tidak seindah hari ini.



Dasar Filosofis
Dalam mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang cinta (mahabbah) ini, saya mendapat pelajaran dari Syekh al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya dengan cukup bagus. Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana kualitasnya, yaitu sebagai berikut: 
a.       Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan (idrak)
Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal. Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang telah dikenal dan diketahui dengan jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.
b.      Cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan
Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek, maka semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai. Selanjutnya, jika semakin besar kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang dicintai, maka semakin besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut.

Kenikmatan dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui pancaindranya. Kenikmatan dan kebahagiaan seperti ini juga dirasakan oleh binatang. Namun ada lagi kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan bukan melalui pancaindra, namun melalui mata hati. Kenikmatan rohaniah seperti inilah yang jauh lebih kuat daripada kenikmatan lahiriah yang dirasakan oleh pancaindra. Dalam konteks inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud.  
c.       Manusia tentu mencintai dirinya
Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup adalah dirinya sendiri dan eksistensi dirinya. Cinta kepada diri sendiri berarti kecenderungan jiwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menghindari hal-hal yang bisa menghancurkan dan membinasakan kelangsungan hidupnya.
 Selanjutnya al-Ghazali juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal yang menyebabkan tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab tersebut akan mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha Mencintai. Sebab-sebab itu adalah sebagai berikut:
a.       Cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan, dan keberlangsungan hidup
Orang yang mengenal diri dan Tuhannya tentu ia pun mengenal bahwa sesungguhnya ia tidak memiliki diri pribadinya. Eksistensi dan kesempurnaan dirinya adalah tergantung kepada Tuhan yang menciptakannya. Jika seseorang mencintai dirinya dan kelangsungan hidupnya, kemudian menyadari bahwa diri dan hidupnya dihasilkan oleh pihak lain, maka tak pelak ia pun akan mencintai pihak lain tersebut. Saat ia mengenal bahwa pihak lain itu adalah Tuhan Yang Maha Pencipta, maka cinta kepada Tuhan pun akan tumbuh. Semakin dalam ia mengenal  Tuhannya, maka semakin dalam pula cintanya kepada Tuhan.
b.      Cinta kepada orang yang berbuat baik
Pada galibnya, setiap orang yang berbuat tentu akan disukai oleh orang lain. Hal ini merupakan watak alamiah manusia untuk menyukai kebaikan dan membenci kejahatan. Namun pada dataran manusia dan makhluk umumnya, pada hakikatnya kebaikan adalah sesuatu yang nisbi. Karena sesungguhnya, setiap kebaikan yang dilaksanakan oleh seseorang hanyalah sekedar menggerakkan motif tertentu, baik motif duniawi maupun motif ukhrawi.
Untuk motif duniawi, hal itu adalah jelas bahwa kebaikan yang dilakukan tidaklah ikhlas. Namun untuk motif ukhrawi, maka kebaikan yang dilakukan juga tidak ikhlas, karena masih mengharapkan pahala, surga, dan seterusnya. Pada hakikatnya, ketika seseorang memiliki motif ukhrawi atau agama, maka hal itu juga akan mengantarkan kepada pemahaman bahwa Allah jugalah yang berkuasa menanamkan ketaatan dan pengertian dalam diri dan hatinya untuk melakukan kebaikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dengan kata lain, orang yang berbuat baik tersebut pada hakikatnya juga terpaksa, bukan betul-betul mandiri, karena masih berdasarkan perintah Allah.
Ketika kesadaran bahwa semua kebaikan berujung kepada Allah, maka cinta kepada kebaikan pun berujung kepada Allah. Hanya Allah yang memberikan kebaikan kepada makhluk-Nya tanpa pamrih apapun. Allah berbuat baik kepada makhluk-Nya bukan agar Ia disembah. Allah Maha Kuasa dan Maha Suci dari berbagai pamrih. Bahkan meskipun seluruh makhluk menentang-Nya, kebaikan Allah kepada para makhluk tetap diberikan. Kebaikan-kebaikan Allah kepada makhluk-Nya itu sangat banyak dan tidak akan mampu oleh siapa pun. Karena itulah, pada gilirannya bagi orang yang betul-betul arif, akan timbul cinta kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha Baik, yang memberikan berbagai kebaikan dan kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.
c.       Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak dirasakan
Mencintai kebaikan per se juga merupakan watak dasar manusia. Ketika seseorang mengetahui bahwa ada orang yang berbuat baik, maka ia pun akan menyukai orang yang berbuat baik tersebut, meskipun kebaikannya tidak dirasakannya langsung. Seorang penguasa yang baik dan adil, tentu akan disukai rakyatnya, meskipun si rakyat jelata tidak pernah menerima langsung kebaikan sang penguasa. Sebaiknya, seorang pejabat yang lalim dan korup, tentu akan dibenci oleh rakyat, meski sang rakyat tidak mengalami langsung kelaliman dan korupsi sang pejabat.
Hal ini pun pada gilirannya akan mengantar kepada cinta terhadap Allah. Karena bagaimanapun, hanya karena kebaikan Allah tercipta alam semesta ini. Meski seseorang mungkin tidak langsung merasakannya, kebaikan Allah yang menciptakan seluruh alam semesta ini menunjukkan bahwa Allah memang pantas untuk dicintai. Kebaikan Allah yang menciptakan artis Tatjana Saphira nan cantik jelita namun tinggal di Jakarta, misalnya, adalah kebaikan yang tidak langsung dirasakan seorang Faisal Sanwani yang tinggal nun jauh di Atas Gunung.

d.      Cinta kepada setiap keindahan
Segala yang indah tentu disukai, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Lagu yang indah dirasakan oleh telinga. Wajah yang cantik diserap oleh mata. Namun keindahan sifat dan perilaku serta kedalaman ilmu, juga membuat seorang Imam Syafi’i, misalnya, dicintai oleh banyak orang. Meskipun mereka tidak tahu apakah wajah dan penampilan Imam Syafi’i betul-betul menarik atau tidak. Keindahan yang terakhir inilah yang merupakan keindahan batiniah. Keindahan yang bersifat batiniah inilah yang lebih kuat daripada keindahan yang bersifat lahiriah. Keindahan fisik dan lahiriah bisa rusak dan sirna, namun keindahan batiniah relatif lebih kekal.
Pada gilirannya, segala keindahan itu pun akan berujung pada keindahan Tuhan yang sempurna. Namun keindahan Tuhan adalah keindahan rohaniah yang hanya dapat dirasakan oleh mata hati dan cahaya batin. Orang yang betul-betul menyadari betapa Tuhan Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan segala sifat kesempurnaan melekat dalam Zat-Nya, maka tak ayal ia pun akan menyadari betapa indahnya Tuhan, sehingga sangat pantas Tuhan untuk dicintai.
e.       Kesesuaian dan keserasian
Jika sesuatu menyerupai sesuatu yang lain, maka akan timbul ketertarikan antara keduanya. Seorang anak kecil cenderung lebih bisa akrab bergaul dengan sesama anak kecil. Seorang dosen tentu akan mudah berteman dengan sesama dosen daripada dengan seorang tukang becak. Ketika dua orang sudah saling mengenal dengan baik, maka tentu terdapat kesesuaian antara keduanya. Berangkat dari kesesuaian dan keserasian inilah akhirnya muncul cinta. Sebaliknya, jika dua orang tidak saling mengenal, kemungkinan besar karena memang terdapat perbedaan dan ketidakcocokan antara keduanya. Karena ketidakcocokan dan perbedaan pula akan muncul tidak suka atau bahkan benci.
Dalam konteks kesesuaian dan keserasian inilah, cinta kepada Tuhan akan muncul. Meski demikian, kesesuaian yang dimaksud ini bukanlah bersifat lahiriah seperti yang diuraikan di atas, namun kesesuaian batiniah. Sebagian hal tentang kesesuaian batiniah ini merupakan misteri dalam dunia tasawuf yang menurut al-Ghazali tidak boleh diungkapkan secara terbuka. Sedangkan sebagian lagi boleh diungkapkan, seperti bahwa seorang hamba boleh mendekatkan diri kepada Tuhan dengan meniru sifat-sifat Tuhan yang mulia, misalnya ilmu, kebenaran, kebaikan, dan lain-lain.
Terkait dengan sebab keserasian dan kecocokan ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Allah tidak akan pernah ada yang mampu menandingi atau menyerupainya. Keserasian yang terdapat dalam jiwa orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah, sehingga ia mampu mencintai Allah dengan sepenuh hati, hanyalah dalam arti metaforis (majazi). Keserasian tersebut adalah wilayah misteri yang hanya diketahui oleh orang-orang yang betul-betul mengalami cinta ilahiah.

Dalam kehidupan saya pribadi sehari-hari.. saya selalu menghargai apapun itu (mahluk) manusia, hewan, alam, bahkan air dan api sekalipun yang anggapan orang-orang adalah benda mati, bagi saya itu hidup. Karena setiap ciptaan Tuhan adalah mahluk-Nya, bentuk ciptaan-Nya.

Contoh saya tidak pernah membunuh (sengaja) serangga yang menurut orang berbahaya, bagi saya serangga itu memiliki hak untuk hidup karena cinta dan kasih saya pada Allah membawa saya mengasihi sesama mahluk hidup.


Sumber :
Kitab Ihya Ulumuddin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILMU BUDAYA DASAR 1.1

TUGAS MANAJEMEN LAYANAN SISTEM INFORMASI 4.3

INOVASI SI & TI MODERN 2.1